Banyak Cerita, Mancing, Ilmu dan Pengetahuan Di Sini.

Mancing Mujair di Tambak


Gilanya Pemancing, Mancing Mujaer di Tambak.

Ngobrol ma tukang ojek yang biasa nemenin mancing di pos ronda asyik juga. Ngomongnya dia kuenceng banget, pake urat segala membuat saya cengar cengir. Tapi saya seneng, bisa godain dia. Terkadang saya juga bersikap kurang ajar dengan meledeknya sambil bercanda. Kekurangajaran yang bikin semua senang.

Topik pembicaraan adalah mancing. Saya berikan gambaran obrolannya, karena kebetulan lupa lagi. 

“Kalau mau mujair yang gede-gede ayo ikut saya mancing ke tambak,” ucap si tukang ojek. 

“Ngapain jauh-jauh kalo cuman nyari Mujair mah pak, mending di kolam tempat biasa saja,” tolak saya.

Memang saat itu, hobi memancing saya belom parah, tidak ada embel-embel stadium atau akut masih meriang saja level penyakit mancingnya. Tapi ternyata si tukang ojek masih semangat ngomporin.


"Yeeh… Nanti kita mancingnya di laut,” bujuknya. Kali ini saya sedikit goyah. Mulai tertarik dengan kata laut. Sekalian mancing, berwisata laut juga. Mantep nih kayaknya.

"Ke tengah laut mancingnya?” tanya saya penasaran. 

“Nggak, kita mancing di pinggirnya,” jawabnya dengan raut muka semangat melihat saya mulai goyah. 

“Okelah kalau begitu, saya ikut juga.” Sebuah jawaban yang sepertinya membuat si tukang ojek senang. Korban baru nih pikirnya. 

Berangkat Mancing.

Hari mancingpun tiba, si tukang ojek saya samperin ke rumahnya. Melihat peralatan mancingnya saya ketawa-ketawa. Butut-butut. Tapi dia punya banyak peralatan mancingnya. 

Setelah beres, ramai-ramai kita berangkat. Lupa lagi saya berapa jumlah jiwa yang ikut mancing. Semuanya pake motor dan saya ikut sama tukang ojek karena kebetulan saat itu belum beli motor. 

Seperti mancing di kolam Mujaer dalam episode gilanya pemancing – mancing di kolam, perjalanan ke tempat mancing jauh juga. Namun yang ini lebih jauh lagi. Jalannya berpasir dan becek ketika keluar dari jalan raya. Jalannya hancur karena banyak truk pengangkut pasir lewat. 

Membeli Umpan Udang.

Tiba di kampung terakhir, kami membeli udang hidup terlebih dahulu. Kalau gak salah waktu itu dua puluh ribu sekilo. Ternyata umpan mujaer tambak beda dengan Mujair kolam biasa. Tambah ilmu lagi nih. 

Tiba di pinggir laut saya senang. Namun hanya sebentar. Motor tidak berhenti-henti juga. “Pak, kok tidak berhenti di sini,” tanya saya ketika sudah melewati laut dan mulai memasuki jalan yang melewati tambak. 

“Nanti di sana mancingnya,” jawab dia. Sayapun diem dengan berpikiran, nanti ada laut lagi. 

Tak lama kami melewati kampung dan mulai masuk ke areal tambak. Sejauh mata memandang hanya kolam-kolam dan sungai-sungai buatan untuk mengalirkan air laut ke kolam. Lumayan ngeri juga, tanahnya berpasir dan becek serta tinggi dari batas air. Kalau motor terpeleset, pasti basah kuyup, pikir saya. 

Tiba di tengah-tengah tambak dekat satu saung kami berhenti. Ternyata yang dimaksud pinggir laut itu di sini. Memang sih dekat laut, tapi jarak dari tempat berhenti ke laut ada satu kiloan. 

Sompret, gerutu saya. Memang sih kagak bohong si tukang ojek itu namun hanya saja tidak sesuai dugaan apa yang dia ceritakan dengan apa yang saya harapkan. Yo wislah. 

Acara mancing dimulai. Di sini kita bebas mo mancing di manapun dan gratis. Namun kalau ada pemilik tambak, kita mesti berbaik hati memberikan rokok. Padahal, sebetulnya pemilik tambakpun senang kalau kolamnya dipancingin. Bagi petani tambak bandeng, ikan mujaer adalah hama. Pemberian rokok hanya sebagai basa-basi saja. 

Acara Mancing Mujaer.

Di sini saya mulai belajar memakai udang sebagai umpan. Seperti setelan mancing Mujair kolam biasa, setelan jaer tambakpun sama. Kail di bawah, timah di tengah dan pelampung di atas. Yang beda umpannya saja. Benar saja, ikan mujaernya gede-gede. 

Cumaaaan panasnya pun mantap. Setengah sembilan saja tuh matahari terik banget mana gak ada pepohonan pula. Tak heran lewat jam sepuluh siksaan datang. Bentar-bentar minum, haus. Kaki sedikitpun tidak boleh lepas dari jaket dan sesekali disiram air karena saking panasnya. Topi ampe miring-miring nutupin wajah. Jam sebelas saya nyerah, gak kuat sama panas. Akhirnya istirahat. 

Lewat dzuhur kamipun pulang. Perolehan ikan lumayan, namun dibanding si tukang ojek saya kalah. Rasa ikannya manteb, seperti saya ceritakan pada kisah dulu, ikan mujaer air asin itu enak rasanya. Seperti biasa, tetanggapun yang masakkin. 

Mancing Lagi di Tambak.

Waktu berlalu. Kamipun mancing lagi ke tambak. Tidak seperti pertamakali mancing, dimana saya setia dengan satu kolam kali ini saya nyoba beberapa kolam. Bosan dengan kolam, saya mancing di selokan. Di sini ikannya bervariasi. Jaer, kepiting, koropak dan ikan laen yang lupa lagi namanya. 

Kesialan datang. Pas dapet ikan koropak, saya simpen tuh ikan di kresek samping saya. Nah, waktu anteng-anteng melototin joran, tiba-tiba saya dikejutkan dengan tarikkan ikan yang kencang sepertinya ikan payus (bandeng laki). Joran terlempar. Refleks saya menubruk tuh joran, namun nahas, paha saya menindih kresek berisi ikan koropak. Dengan indah duri di punggung ikan nancep di paha saya. Mana dalem pula. Kinyut-kinyut rasanya sama perih dan pedih. Ditambah pula sama ikan yang lepas. Asemmm… Padahal ikan tuh sepertinya gede.

Lewat dhuhur saya pindah kolam. Di sini banyak ikan yang menarik yaitu ikan payus. Setiap kail turun, pelampung tak lama turun dengan keras. Pas digentak, tuh ikan selalu mengikuti tarikan. Dan yang ajaib mereka selalu meloncat ke atas air menghindari kail atau mencoba meronta dari jeratan kail. 

Mereka sukses mendapatkan umpan dan terbebas dari kail. Sungguh sompret sekali mereka, membuat saya gemas. Berulangkali mereka mempermainkan saya. Hingga dipuncak kekesalan saya bergumam di hati “tuh ikan kalo dapet gue injeeek luh”. 

Akhirnya, kesempatan itu datang. Ketika kail ditarik ikan, sekuat tenaga saya gentak joran. Hasilnya bagaimana? Ikan memang bisa lepas dari kail tapi dia terbang terbawa tarikan joran saya dan jatuh jauh di belakang saya. Rasain luh kampreet, sorak saya. Dengan semangat membunuh yang tinggi saya datengi tuh ikan. Diinjek? Kagak om. Gak tega ternyata.

Sebenernya saya yang salah. Kailnya kurang kecil, sedangkan mulut ikan kecil karena yang memakan umpan, Payus kecil juga. Pantesaaaan, gak kena-kena mulu. Tapi asyik lihat ikan loncat, seru juga, mana berkilauan pula waktu mereka menggelepar di atas air. Pokoknya nikmat lah melihatnya. Pengalaman yang mengasikkan. 

Baca juga: Gilanya Pemancing - Kisah Mancing Ikan Sembilang di Bagang.

Kegilaannya; masa ikan mo diinjek hanya gara-gara kesel gak dapet-dapet.

Tips mancing mujaer tambak: Bawa joran yang banyak, air yang banyak, payung, rokok yang banyak. Umpan udangnya usahakan selalu segar jangan sampe mati. 


Demikian kisah mancing mujaer di tambak, semoga menjadi bacaan yang bermanfaat. 

Related Posts

Saya Ok. Hobinya Mancing, Nulis dan Petualangan. Jangan terlalu serius ya, Baca Artikelnya Sambil Ngopi.
  • Facebook
  • WhatsApp
  • Instagram
  • Twitter
  • Subscribe Our Newsletter

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel